“Drrrtt....drrrt” dering dari ponsel ku menandakan bahwa ada line masuk dan tentu saja membuyarkan konsentrasi ku. Aku pun segera mengalihkan perhatian dari novel yang sejak tadi ku baca. “kamu dimana, Ra?” pesan singkat dari Fadel, teman satu sekolah yang sekaligus jadi sahabat ku. Bukan Cuma sekedar sahabat, tapi dia juga sangat spesial bagi ku. Tak lama kemudian mata ku tertuju pada jam di handphone ku yang ternyata sudah pukul 6 sore. Ternyata sudah hampir satu jam aku menghabiskan waktu di toko buku dekat sekolah ini. Sekilas aku melirik ke jendela. “akhirnya hujan juga” batin ku.
Tanpa
pikir panjang aku segera keluar, mengeluarkan payung lipat dari tas dan segera
meninggalkan toko buku ini. Aku bahkan lupa membalas pesan singkat dari Fadel.
Fadel saat ini sedang menunggu ku di rumah. Aku nggak mau membiarkan cowok itu
terlalu lama menunggu. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah ku. Aku
memang sengaja memilih sekolah dekat rumah agar dapat menghemat waktu dan juga
tenaga.
Sesampai
di rumah, Fadel menyambut ku dengan antusias. “Miss kutu buku dari mana aja
sih? Pasti dari toko buku ya?” “udah tau, nanya.” Aku menjawab ketus. Cowok
satu ini memang paling suka bercanda dan paling suka meledek aku. Aku pun
selalu tertawa dibuatnya. membuat ku merasa tak pernah kesepian. “aku mau
ngajak kamu makan malam ra.” “ada apa nih? Lagi banyak uang ya? hahahha” canda
ku. “nggak sih. aku Cuma kasihan aja sama kamu soalnya selain aku nggak ada
lagi cowok yang mau ngajak kamu makan malam di luar. hahahaha” balas Fadel.
Tanpa ampun, aku pun langsung mencubit lengan Fadel.
Kami pun
akhirnya pergi. Sepanjang jalan tak henti-hentinya kami bercerita, bercanda,
tertawa. Sesaat Aku pun bisa lupa akan rasa kangen ku pada cowok pujaan hati ku
yang nan jauh di seberang lautan sana.
Aku
menghempaskan badan di kasur ku yang empuk. Mata ku tertuju pada sebuah bingkai
di atas meja. Rasa kangen ku pada cowok di sebelah ku dalam foto itu muncul
lagi di pikiranku. Aku kangen sama Rama, kekasihku. Cowok ganteng dengan hidung
mancung, pintar dan jago basket. Dia hampir sempurna di mata ku. Ada satu hal
yang membuat Rama sangat istimewa bagi ku: Dia sangat baik dan sayang pada ku,
membuat teman-temannya iri melihat ku. Pintu hati ku seolah sudah tertutup buat
yang lain. Pikiran ku menerawang jauh ke masa itu.
“Minggu
depan aku harus pindah keluar kota, Ra.” Rama berusaha untuk terlihat santai
saat menyampaikan berita ini pada ku. “kenapa mendadak banget Ram? apa gak bisa
ditunda atau mungkin dibatalin?” aku juga berusaha terlihat biasa. “nggak bisa
ra, papa ku ditugasin di luar kota dalam jangka waktu yang cukup lama dan itu
berarti kita akan berpisah dalam waktu yang cukup lama juga. Aku pasti kangen
sama kamu, Ra.” Rama membelai sayang rambut ku. “Tapi kamu pasti kembali lagi
kan sama aku? Kamu kan sayang sama aku dan gak akan pernah berubah. Benar kan?”
Aku tersenyum manja. Sebenarnya ada sesak dan rasa asing yang tak ku mengerti,
tapi aku berusaha mencairkan suasana. Aku tak ingin Rama terbebani jika Aku
menunjukkan ekspresi sedih di hadapan Rama.
Tepat
seminggu sejak pertemuan itu, Aku pun harus benar-benar melepas Rama.
“Aku akan sering-sering kasih kamu kabar. Kamu di sini jangan macam-macam ya. Ingat kalau kamu sudah ada yang punya” Rama mencubit gemes pipi ku.
“Baik boss.” Aku tersenyum. “Tapi aku yakin justru kamu yang akan macam-macam selama di sana.” “Maksudnya?” Rama mengerenyit. Pura-pura tak mengerti. “Aku cuma bercanda.” Akhirnya aku mengurungkan kalimatku.
“Aku akan sering-sering kasih kamu kabar. Kamu di sini jangan macam-macam ya. Ingat kalau kamu sudah ada yang punya” Rama mencubit gemes pipi ku.
“Baik boss.” Aku tersenyum. “Tapi aku yakin justru kamu yang akan macam-macam selama di sana.” “Maksudnya?” Rama mengerenyit. Pura-pura tak mengerti. “Aku cuma bercanda.” Akhirnya aku mengurungkan kalimatku.
Pembicaraan
kami pun terhenti saat mendengar pengumuman penerbangan. Rama bergegas
menyandang tasnya. Aku pun mengikuti. Tak lupa rama mengecup lembut kening ku,
mengucapkan salam perpisahan. “Aku janji, aku akan kembali, Ra” bisik Rama. Aku
pun tersenyum. “Aku akan tunggu kamu tepati janji itu.” Aku pun berbisik. tapi
ada keraguan dalam hatiku. bukan ragu akan kalimatnya barusan. Tapi entah
kenapa aku pun tak tau. Aku menunggu hingga pesawat yang membawa Rama
benar-benar lepas landas. Aku seolah bisa melihat sosok Rama di situ.
Melambaikan tangan untukku.
“Ehem…
eheeemm…” Dina, tetangga sebelah rumah mengejutkanku . Membuyarkan sosok Rama
yang sejak tadi mampir di kepala ku. “Pasti mikirin kekasih hati yang nan jauh
di sana ya?” Dina ikut-ikutan rebahan di sebelah ku. “Nggak.gak salah lagi.
hehehe.” Aku merasa bahagia, selain punya Fadel di sini, aku juga punya teman
sebaik Dina. “kamu yakin dia bakal setia? Jangan-jangan dia punya pacar di
sana.” Dina bertanya sok tau. “Kamu teman atau bukan sih? Masa doa’in yang
nggak-nggak buat sahabat kamu sendiri?” Aku manyun. “bukan begitu ra. Aku Cuma
kasihan aja sama kamu kalau suatu saat nanti kamu kecewa.” “Maksudnya?” “
Ayolah ra… mana ada sih cowok yang bisa pacaran jarak jauh. paling juga di sana
dia cari yang lain walaupun dia tetap sayang sama kamu dan jalin hubungan baik.
Aku Cuma ingin kamu sedikit lebih realistis biar kamu juga bisa buka hati buat
cowok lain, jangan Cuma Rama yang ada di hati kamu.” Dina ngomong panjang
lebar. Kalau sudah begini, sebenarnya Aku juga nggak bisa protes banyak. Dina
kadang ada benarnya juga. Tapi dia terlalu sayang sama Rama. Dalam hatiku pun
tak bisa menebak bagaimana hubunganku kelak dengan Rama. Tapi aku yakin, jika
Tuhan menakdirkan kami berjodoh, Rama pasti kembali. Tapi aku tak bisa membagi
hatiku saat ini untuk yang lain. Aku mungkin tipe cewek yang “satu untuk
selamanya”. Jika aku sudah cinta, rasanya sulit untuk mengubahnya apalagi
membaginya dengan yang lain.
“Ra,
nanti malam kamu ada waktu luang nggak?” Fadel tiba-tiba sudah ada di sampingnya.
Rupanya sejak tadi dia sudah memperhatikanku. “ada. kenapa? mau ngajak makan
lagi? Ayo. Siapa takut?” Aku sumringah. memperlihatkan senyumku yang manis.
“itu salah satunya. Tapi ada yang lebih penting dari itu.” Fadel tiba-tiba
menunjukkan muka serius gak seperti biasanya yang selalu meledekku. “Bagus. Jam
07.00 tepat aku jemput kamu.” Fadel pun pergi sambil melambaikan tangan. Aku
sebenarnya merasa ada yang aneh. Tapi saat ini aku sedang sibuk mengerjakan
tugas kuliahku. Aku pun berusaha mengalihkan perhatianku dari Fadel.
Tepat
jam 07.00 malam, seperti janjinya, Fadel pun sudah tiba di rumahku, lengkap dengan
gitar kesayangannya. Aku pun dengan senang hati menyambutnya seperti biasa.
“Malam vokalist ganteng.” godaku. Fadel memang punya suara yang sangat bagus.
Satu seklolah juga tau itu. Aku bahkan pernah bilang kalau Fadel sebenarnya
salah milih ekskul. “Kenapa kamu nggak ikut ekskul band aja? biar bisa ngembangin
bakat kamu itu.” tanyaku satu waktu. “Nyanyi dan musik itu cuma hobby. Selain
musik, interest aku ya di sini, di bidang olah raga.” “iya deh iya, tapi kalau kamu jadi artist, aku
pasti dukung kamu seratus persen. Bahkan aku bersedia jadi Manajer kamu, siapa
tau juga nanti aku bisa populer. hahaha.” “Yee, bilang aja kamu yang pingin
jadi artis.” kami pun tertawa bersamaan.
“Ada
yang ingin aku sampaikan ke kamu Ra” lamunanku pun terputus mendengar suara
Fadel. “Ngomong aja kali.” Balasku. Fadel masih asing sejak tadi siang, tapi
aku berusaha cuek. “Mungkin Cuma perasaan aku aja.” Batinku mencoba menghibur.
tapi bukannya ngomong, Doni malah petik gitar sambil menyanyikan sebuah lagu.
Bila
cinta menggugah rasa
Begitu indah mengukir hatiku
Menyentuh jiwaku
Hapuskan semua gelisah
Duhai cintaku duhai pujaanku
Datang padaku tetap di sampingku
Kuingin hidupku
Selalu dalam peluknya
Terang saja aku menantinya
Terang saja aku mendambanya
Terang saja aku merindunya
Karna dia karna dia begitu indah
Begitu indah mengukir hatiku
Menyentuh jiwaku
Hapuskan semua gelisah
Duhai cintaku duhai pujaanku
Datang padaku tetap di sampingku
Kuingin hidupku
Selalu dalam peluknya
Terang saja aku menantinya
Terang saja aku mendambanya
Terang saja aku merindunya
Karna dia karna dia begitu indah
“Gimana?
Bagus nggak?” Fadel menyanyikan salah satu lagu Padi, Group Band favoritnya.
“Bagus dong. Fadel gitu loh.”Aku ngomong begitu sambil mengacungkan jempol.
“Terima kasih” ucap Fadel pelan. “Btw, gimana kabar pujaan hati kamu? “Dia
baik.” “Dia sering ngasih kabar atau nanyain kabar kamu?” Tanya Fadel lagi.
“Sering dong. Heiii, kamu kenapa sih?” Aku mulai resah. “Nggak kenapa-kenapa Ra.
Rama beruntung ya punya cewek sebaik kamu.” Sampai sini Fadel diam. “Memangnya
kamu nggak merasa beruntung punya teman sebaik aku?” Aku masih tak terpengaruh,
masih bercanda. “Seandainya aku kenal lebih dulu sama kamu. Atau seandainya
kamu nggak pacaran sama dia.” “Kamu ngomong apa sih Del? Kamu nggak sakit kan?”
Aku pura-pura memegang jidat Fadel. “Lagu yang aku nyanyiin tadi itu buat kamu
Ra. Aku menyayangimu lebih dari sahabat. Bukan cuma itu, aku juga cinta sama kamu
Ra. Rasanya aku nggak bisa membiarkanmu dengan orang lain. Aku tau ini hampir
mustahil Ra. Aku juga tau kalau kamu sangat sayang sama Rama. Maaf, aku
mencintaimu Ra..”
Untuk
pertama kalinya Aku merasa sangat kesepian di sini. Masih hampir gak percaya dengan
apa yang baru saja terjadi. Sahabat yang sangat ku sayangi ternyata menaruh
hati padaku. Aku merasa tak tau harus berbuat apa. Tangisku pun pecah.
Sejak
saat itu Fadel mulai menjauhiku. Semua berubah total. Tapi Aku tetap sayang
sama Fadel. Masih menganggapnya sahabat walaupun kami sudah jarang menghabiskan
waktu bersama. Selain bersama Dina, Aku lebih banyak menghabiskan waktuku
sendiri. Sesekali bergabung dengan teman-temanku yang lain, yang juga teman
Fadel. Kami biasaya hanya bertemu di situ. Aktivitas yang padat membuatku
perlahan mulai terbiasa. Saat-saat seperti ini aku semakin sering merindukan
Rama. Tiba-tiba nada dering ponselku berbunyi “Halo…” Suara di sana. “Kebetulan
banget kamu nelpon. Aku baru mikirin kamu loh.” Balasku. “Masa sih? Aku kangen
banget sama kamu.” “Sama dong. Aku berkali-kali lipat lebih kangen.” Balasku
manja. “Bulan depan, aku rencana mau liburan ke Jakarta Ra. Kebetulan aku punya
waktu libur yang cukup banyak. Pingin banget segera ketemu sama kamu.”
Cukup lama kami berbicara di telepon. Mencurahkan perasaan rindu kami. Aku meraih foto Rama. Menatapnya dalam-dalam. Kangenku sudah sampai ke ubun-ubun. “satu bulan lagi. Sabar…” Batinku. Aku sudah membayangkan seperti apa pertemuan kami nanti. Aku mendekap foto Rama di dadaku hingga akhirnya aku pun tertidur.
Cukup lama kami berbicara di telepon. Mencurahkan perasaan rindu kami. Aku meraih foto Rama. Menatapnya dalam-dalam. Kangenku sudah sampai ke ubun-ubun. “satu bulan lagi. Sabar…” Batinku. Aku sudah membayangkan seperti apa pertemuan kami nanti. Aku mendekap foto Rama di dadaku hingga akhirnya aku pun tertidur.
Aku sedang
dalam perjalanan ke sekolah seperti biasanya. Tiba-tiba Fadel menghampiriku.
Aku kaget tapi juga senang bukan main. “Apa kabar Ra?” sapa Fadel. “Tak pernah
lebih baik dari ini.” Jawabku. “o ya? Boleh tau kenapa?” “Aku senang melihat
kamu di sini dan yang lebih penting lagi sebentar lagi Rama akan pulang. Dia
akan di sini dalam waktu yang cukup lama.” Aku cerita panjang lebar tak bisa
menyembunyikan kebahagiaanku. Fadel sebenarnya tak kaget. Aku memang selalu
antusias jika sudah menyangkut pujaan hatiku itu. Fadel rasanya seperti menelan
pil pahit. Belum ada satu pun cewek yang mampu menggeser posisiku di hatinya
walaupun bagi Aku sendiri dia adalah sahabat.
“Maafkan aku Ra. Semua ini juga terjadi di luar dugaanku. Sama seperti kecelakaan itu. Aku janji akan selalu menyayangimu Ra.Aku gak akan lupain kamu. Kita akan tetap komunikasi” “Jangan ucapkan janji Ram. Aku takut mendengarnya.” Aku berusaha menahan air mataku agar tidak jatuh di depan Rama. “Aku tau aku salah Ra. Tapi aku benar-benar sayang sama kamu. Maafkan aku Ra.”
“Maafkan aku Ra. Semua ini juga terjadi di luar dugaanku. Sama seperti kecelakaan itu. Aku janji akan selalu menyayangimu Ra.Aku gak akan lupain kamu. Kita akan tetap komunikasi” “Jangan ucapkan janji Ram. Aku takut mendengarnya.” Aku berusaha menahan air mataku agar tidak jatuh di depan Rama. “Aku tau aku salah Ra. Tapi aku benar-benar sayang sama kamu. Maafkan aku Ra.”
Kejadiannya
begitu cepat. Sehari setelah meneleponku, mengabari rencana kepulangannya, Rama
mengalami kecelakaan. Rama menderita luka cukup serius. Selama dirawat di Rumah
Sakit, dia berkenalan dengan seorang perawat yang sangat banyak membantunya.
Nadia, gadis yang sangat cantik yang dengan tulus dan setia merawat Rama hingga
Rama benar-benar sembuh. Aku pun tak tahu bagaimana kejadiannya hingga akhirnya
mereka berdua saling jatuh cinta. Ironis memang. Waktu empat tahun terkalahkan
oleh waktu yang hanya dua bulan.
Tempias
air hujan dari jendela menyadarkanku bahwa aku kini sendiri, Jauh dari
orang-orang yang ku cintai. Aku mengamati dua buah kartu ucapan ulang tahun
yang terletak di meja. Satu untuk Rama, dan satu lagi untuk Fadel. Mereka
berdua memang memiliki tanggal lahir yang hampir sama. Rama 8 Juni, sedangkan
Fadel 9 Juni. Tak ada yang berubah sejak kami bertiga berpisah. Aku tak pernah
lupa mengucapkan dan mengirimkan kartu ucapan ulang tahun untuk dua pria yang
sangat ku sayangi itu. pria yang mengajarkan banyak hal bagiku, memberiku
kebahagiaan, kesedihan, juga kekuatan walaupun kekuatan itu seolah dipersiapkan
untuk prahara yang mereka berdua ciptakan sendiri untukku.
Karya : Zahara
1 komentar:
Hubungannya yg deket2 aja laah