Seperti biasa Robert dan kawan-kawan bermain bola di lapangan sebelah kebun yang lebat. Orang-orang menjulukinya kebon nyamuk karena hampir tidak bisa menemukan buah yang bisa dimakan dan banyak sekali nyamuk. Bola terbang ke arah kebun itu. Beruntung saja bola itu masih terlihat dari lapangan. Dan seperti biasa Robert menyuruh temanya untuk mengambil bola walaupun itu karena tendangannya atau kesalahan dia sendiri.”tolong ambil dong bolanya.” “Loh kok? Itukan gara-gara tendangan kamu bert.” “Yaudah tolong ambil kek, biar kamu berguna.” Fattah berlari kecil dengan perasaan yang terpaksa ke arah kebun. Hatinya berkata “Siapa yang ngga panas kalo kaya gini?”
Hal itu yang membuatnya sedikit tidak disenangi temannya walau kemampuan dia mengolah kulit bundar jauh diatas temannya. Jika mereka bermain bola, tim yang diperkuat Robert selalu
menang. Bahkan Robert selalu mencetak gol minimal satu. Itulah yang membuat mereka selalu mengajak Robert bermain. Padahal jika Robert menguasai bola, dia hampir tidak pernah memberikan bola itu ke rekan satu timnya, dan biasanya dia giring bola itu sendiri sepuasnya.”Seperti yang memiliki bola itu saja. Bola blitter itu juga dibeli dari hasil patungan.” Canda Aziz. Tetapi temannya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, yang penting mereka senang bercucuran keringat hingga Adzan Magrib.
Pada suatu hari Robert sedikit naik darah. “bola udah blitter. Tapi ko Cuma segini yang dateng? Si Amin, Marik, Seto, Juan pada kemana?” “Eh itu si Amin,Marik, dan Juan!”kata Aziz sambil menunjuk sisi lapangan. “Tadi ane abis ngaji bareng Marik dan Juan, sorry bert. Oh iya tadi Seto lagi keseleo” .“Kita Cuma bersembilan nih, kurang Seto. Masa mau main jumlah ganjil?”. “ya mau bagaimana lagi. Tim Robert berempat aja biar impas”. “Kurang greget ah. Eh itu siapa tuh?” sambil menunjuk ke arah kebun. “Ajak dia main aja bert biar pas orangnya. Gih samperin”. Karena malas untuk menghampirinya, Robert menendang bola ke arah anak itu. Anak itu sudah melihat ada bola melayang diatasnya. Tiba-tiba anak itu mengkontrol bola itu selayak pemain sepakbola profesional. Anak itu malah mengembalikan bola itu kepada Robert dan kawan-kawan. Dia tidak tahu bahwa itu adalah kode agar dia ikut bermain. “Oii, mau main ga?” teriak Aziz. Anak itu berlari menuju gerombolan Robert. “Abdi boleh main?” tanya anak itu dengan logat sundanya . “Tadi saya tendang bola ke kamu itu maksudnya untuk ngajak kamu main.”.”Sok atuh” kata anak itu seperti yang sangat bersedia.
Setelah dibagi tim, ternyata anak itu terpisah dari Robert. Anak itu satu tim dengan Aziz, Fattah, Amin, dan Yogo. Sementara Robert dengan Marik, Juan, Ryan, dan Ibrahim. Saat Amin berjalan menuju gawang yang terbuat dari sendal, dia menghampiri anak itu.”Nama ente siapa?”. “Maksudna?”. “Oh iya maaf. Nama kamu siapa?”. “Nama saya Reinaldi Cevi.”. “Ane panggil Cepi aja boleh?”. “Gapapa ko, saya biasanya dipanggil macem-macem. Kadang Aldi kadang Rey kadang Renal”.
Pemainan dimulai, Aziz memberikan bola kepada Cepi. Cepi mengoper bola ke Fattah. Tiba-tiba Robert yang berlari dengan penuh semangat datang memotong operan bola Cepi ke Fattah. “Pasti dibawa pulang tuh bola” sindir Fattah. Robert menggiring dan menerobos pertahanan tim Cepi dan Aziz. “tendang kemari bert.” Teriak Juan sambil berlari meminta bola. Duuuukkk sreeekk, bola melewati gawang tim Aziz. “Aku harus bikin gol dulu. Nanti aku kasih kesempatan lain” tutur Robert seperti orang yang tidak berdosa. “Maaf itu salah saya”kata Cepi sambil memungut bola seakan ingin membayar kesalahannya.”Gapapa, ayo kita balas” ucap Yogo.
Permainan dimulai kembali, Robert berusaha untuk merebut bola. Cepi mengoper bola ke Aziz. Aziz oper bola kembali ke Cepi. Cepi menggiring bola melewati beberapa pemain tim Robert. Sangat mirip seperti yang dilakukan Robert. Robert terkagum dia biarkan teman-temannya saja yang bertahan. Cepi tinggal berhadapan dengan Ibrahim sang kiper. Ia justru mengoper bola ke Fattah yang tak jauh berada disampingnya. And it’s goal. Teman-temannya Robert merasakan pengalaman yang jarang didapat. Yaitu mendapat kesempatan untuk mencetak gol. Berkat operan anak yan baru bergabung itu. Inilah yang sangat membedakan Cepi dengan Robert.
“Kalo aja Robert yang berhadapan sama aku pasti diasudah menceploskan bola”kata Ibrahim. Momen ini benar-benar mencuri perhatian teman-temannya Robert. Bagaimana tidak, karena mereka jarang mendapat hal seperti ini walaupun terlihat sepele. Setelah itu permainan berlangsung sengit.
“Eh sudah agak gelap nih” kata Juan “Sebentar lagi dong, skornya 7-6 buat kita. Tanggung banget.” Tutur Robert “Satu gol lagi terus kita selesai ya!” Aziz berteriak ke semuanya. Kebetulan bola sedang berada di kaki Aziz, Robert yang ingin gol terakhir ini adalah milik dia berlari menuju Aziz. Aziz memberikan bola kepada Cepi. Duuuuukkk! Bola meluncur deras hasil tendangan Cepi dan masuk ke gawang tim Robert. Ketakutan Ibrahim akan bola yang deras sudah melebihi ketakutan dia pada amarah Robert. Dikiranya Robert akan marah, justru dia senang karena menemukan orang yang mempunyai kemampuan hampir sama. Meskipun sama bagi anggapan Robert sendiri, bagi teman-teman Robert, Cepi berbeda dengan Robert.
Karya: Abdurrahman Ma'ruf Siregar